Pada tanggal 8 Maret 1942, Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda, Letnan Jenderal H. Ter Poorten, atas nama Angkatan Perang Sekutu di Indonesia, menyerah tanpa syarat kepada pimpinan tentara Jepang, Letnan Jenderal Hitoshi Imamura. Penyerahan tanpa syarat tersebut ditandai dengan Persetujuan Kalijati yang diadakan di Subang, Jawa Barat. Isi persetujuan tersebut adalah penyerahan hakatas tanah jajahan Belanda di Indonesia kepada pemerintahan pendudukan Jepang. Artinya, bangsa Indonesia memasuki periode penjajahan yang baru. Meski kedatangannya, seperti juga Belanda, adalah untuk tujuan menjajah, Jepang diterima dan disambut lebih baik oleh bangsa Indonesia.
Berikut alasan yang melatarbelakangi perbedaan sikap tersebut.
1. Jepang menyatakan bahwa kedatangannya di Indonesia tidak untuk menjajah, bahkan bermaksud untuk membebaskan rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan Belanda.
2. Jepang melakukan propaganda melalui Gerakan 3A (Jepang cahaya Asia, Jepang pelindung Asia, dan Jepang pemimpin Asia)
3. Jepang mengaku sebagai saudara tua bangsa Indonesia yang datang dengan maksud hendak membebaskan rakyat Indonesia.
4. Adanya semboyan Hakoo lchiu, yakni dunia dalam satu keluarga dan Jepang adalah pemimpin keluarga tersebut yang berusaha menciptakan kemakmuran bersama. Pemimpin-pemimpin pergerakan pun mau bekerja sama dengan Jepang. Contohnya, Moh. Hatta dan Ir. Soekarno. Meski keduanya terkenal sebagai tokoh kooperatif yang gigih, namun mau bekerja sama dengan Jepang Pertimbangannya, seperti diungkapkan dalam biografi Soekarno yang ditulis Cindi Adams, adalah bahwa saat itu Jepang sedang dalam keadaan kuat, sedangkan Indonesia sedang dalam keadaan lemah. Untuk itu, Indonesia membutuhkan bantuan Jepang agar dapat mencapai cita-cita. Selama masa pendudukan Jepang, bangsa Indonesia dilarang membentuk organisasi sendiri.
Akan tetapi, Jepang sendiri membentuk organisasi-organisasi bagi rakyat Indonesia dengan maksud dipersiapkan untuk membantu Jepang. Organisasi bentukan Jepang tersebut adalah Gerakan Tiga A, Pusat Tenaga Rakyat atau Putera, Jawa Hokokai, Dewan Pertimbangan Pusat (Cuo Sangi In), dan Majelis Islam A'laa Indonesia (MIAI)
0 komentar:
Posting Komentar